My Love
(Tentang Kita yang Salah)
Aku merapatkan pelukan di tubuhku sendiri. Bar yang penuh sesak ini terasa begitu dingin untuk ku. Keramaian yang biasanya menenggelamkan ku menjadi terasa begitu asing. Hentakan musik yang biasa menjadi pelarian ku pun terasa aneh. Semuanya terasa tak sama. Tunggu, tak ada yang salah dengan bar ini, juga keramaian dan musiknya. Yang tak sama hanya aku dan pria yang ada di hadapanku.
Sebuah gelas kecil berisi jack daniel diletakkannya di meja kaca. Mata hitamnya bergerak liar menghindari mataku yang menatapnya tajam. Hampir 15 menit sudah sejak ia datang dan ia masih memilih bungkam, tak mau meneruskan perbincangan via SMS yang kemarin diakhiri dengan puluhan pesan dan panggilan tak terjawab dari ku.
Aku diputuskan. Via SMS. Rasanya begitu menyakitkan, bagaimana seseorang yang dulu meminta cintamu dengan berbagai hadiah manis dan kata-kata romantis memutuskan mu hanya dengan sebuah SMS? Bagaimana seseorang yang selama ini selalu membisikkan kata cinta dan sayang mencampakkan mu hanya dengan kalimat ‘Aku mau putus’?
Aku kembali merapatkan pelukanku, berharap dengan pelukan itu setidaknya bisa menguatkanku agar tangis yang aku tahan sejak kemarin tak pecah di sini. Aku tak bisa menangis di sini walau dalam keadaan patah hati sekali pun. Dunia tentu akan mengutuk ku jika aku berani mengeluarkan air mataku disini. Hatiku kembali hancur saat sadar bahwa laki-laki dihadapanku ini baik-baik saja. Berbeda dengan aku yang tadi pagi bangun dalam keadaan mengenaskan setelah semalaman tak tidur karena masih kebingung
an dengan semua keadaan ini. Itulah sebabnya aku menguatkan hatiku dan menebalkan wajahku untuk memaksanya datang kemari.
an dengan semua keadaan ini. Itulah sebabnya aku menguatkan hatiku dan menebalkan wajahku untuk memaksanya datang kemari.
“Aku harus kerja besok. Kamu tahu, bosku tidak mentolerir keterlambatan kami. Jadi bisa kita mulai pembicaraannya?” tanyanya yang tampak jengah dengan kesunyian yang menyelimuti kami.
Aku tersenyum samar. Ia masih seperti pertama kami bertemu dulu, tak pernah mau menyakiti siapa pun dan bermulut manis juga sopan. Perpaduan yang menarik mengingat kebanyakan laki-laki yang tersisa di bumi ini hampir semuanya brengsek. Hal itu juga yang membuat banyak wanita yang sibuk mencuri perhatiannya walau selama ini aku selalu ada di sampingnya.
“Aku mau meneruskan pembicaraan kemarin.”
“Pembicaraan yang mana? Kita tidak bertemu kemarin.”
Aku tersenyum miring, ia sedang berpura-pura bodoh. Seseorang yang mengenal dan menghabiskan waktu denganmu selama bertahun-tahun tak semudah itu ditipu sayang, kamu harus ingat itu.
“Emm, maksud mu pesanku kemarin?”
“Ya, aku nggak ngerti dengan apa yang kamu maksud putus.”
Dia melemparkan punggungnya ke sandaran sofa lalu mengacak-acak rambutnya, ia tampak frustasi. Oh sayang bukankah aku sering menanyakan kata-kata dari mu yang tidak aku mengerti tapi kenapa kali ini kamu harus terlihat sefrustasi ini?
“Apa ada orang lain di hubungan kita? Kamu jatuh cinta sama orang lain ya?” tanya ku pelan.
Dia melemparkan punggungnya ke sandaran sofa lalu mengacak-acak rambutnya, ia tampak frustasi. Oh sayang bukankah aku sering menanyakan kata-kata dari mu yang tidak aku mengerti tapi kenapa kali ini kamu harus terlihat sefrustasi ini?
“Apa ada orang lain di hubungan kita? Kamu jatuh cinta sama orang lain ya?” tanya ku pelan.
“Sejak kita memulai hubungan ini aku nggak pernah mikirin orang lain, duniaku hanya berputar mengitari kamu, aku sudah ribuan kali bilang begitu kan?”
Mau tak mau aku tersenyum mendengar kata-katanya. Tapi maaf sayang, kali ini kata-katamu tak akan membuatku mengabulkan keinginanmu seperti biasanya.
“Tidak ada yang salah dengan kamu atau pun ada cinta lain di hubungan ini, hubungan ini memang harus disudahi. Hubungan ini nggak boleh dilanjutkan,” ujarnya menatap ku dengan tatapan memelas.
Aku terdiam, kemudian beberapa kali mengerjap tak percaya. Barusan dia bilang apa?
“Hubungan ini salah,” ujarnya pelan.
Entah setan dari mana yang merasukiku yang ku ingat, aku langsung menghantam tubuh tegapnya dan memaki pria kesayanganku ini. “Atas dasar apa kamu ngomong gitu? Selama ini kamu anggap hubungan ini apa?”
“Lalu apa yang kamu inginkan? Melanjutkan hubungan ini? Sampai kapan? Kita sama-sama tahu apa yang kita sebut cinta ini tak lebih dari api yang akhirnya akan membakar kita, sama dengan racun yang akan membunuh kita!!” teriaknya tak kalah emosi.
Seketika pertahananku jebol, ku lepaskan cengkramanku di jas mahalnya itu. Air mata yang sejak kemarin coba ku tahan akhirnya luruh juga. Hati yang kemarin ku tempeli dengan kata-kata ‘dia masih mencintaiku’ sekarang hancur berantakan. Para pengunjung bar mulai menatap kami berdua, tapi emosi telah menguasai kami.
Aku sibuk menangis dan meratapi kisahku dan dia yang masih menumpahkan segala emosinya, sangat menyedihkan.
“Maaf Alex, mulai sekarang tidak akan pernah ada kita lagi di antara kamu dan aku. Aku pergi,” ujarnya menuju pintu keluar dan menghilang.
Sedangkan aku yang dikerumuni banyak pengunjung bar mulai kebingungan. Oh sayang, lupakah kamu bahwa aku benci dengan mata-mata mencemooh ini? Bukankah kamu berjanji akan menggenggam tanganku dan mengajak ku berlari di saat seperti sekarang ini? Oh sayangku, bisakah kamu kembali? Aku membutuhkanmu sekarang.
“Kak Alex, kakak pacaran sama Kak Ken?”
*****